Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim
dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu:
(1) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain,
terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya pola curah
hujan, (3) makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali
iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan (4) naiknya permukaan air laut
akibat pencairan gunung es di kutub utara. (Direktorat Pengelolaan Air,
2009).
1. Dampak Peningkatan Konsentrasi CO2 di Atmosfer.
Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman.
Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga penambahan
CO2 kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca
merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti
tomat, selada, timun dan bunga potong.
Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju
assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk
karbohidrat,fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan
faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan
nutrisi) juga akan ikut meningkat.
Selain pengaruh positif terhadap proses fotosintesis, kenaikan CO2 juga
akan mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh tanaman.
Stomata mempunyai fungsi sebagai pintu gerbang masuknya CO2 dan
keluarnya uap air ke/dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata
merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana
tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan
mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk mencapai effisiensi
pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat, tanaman tidak
membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai konsentrasi CO2
optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran H2O dapat dikurangi.
Dengan kondisi tersebut maka laju pembentukan biomassa akan meningkat
(Syarifuddin, 2011).
Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebagaimana dijelaskan diatas.
Akan tetapi dampak pengikutan berupa peningkatan suhu dan perubahan
siklus hidrologi menyebabkan pengaruh positif dari kenaikan CO2 menjadi
berkurang atau terhambat sama sekali (Munawar, 2010).
2. Naiknya Suhu Udara yang Juga Berdampak Terhadap Unsur Iklim Lain.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi yang
diterima di permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu disekitar
tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi
cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya laju
metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan meningkatnya suhu hingga
titik optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme tersebut antara
lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi,
fotosintesis, dan respirasi. Setelah melewati titik optimum, proses
tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya
aktifitas enzim (enzim terdegradasi)
Pengaruh peningkatan suhu dapat mengurangi atau bahkan mengurangi dampak
positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfir.
Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat
hilangnya kandungan lengas tanah (kadar air tanah) akibat evaporasi. Hal
tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas.
Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu minimum bagi
tanaman untuk bermetabolisme. Besaran suhu dasar ini akan mempengaruhi
besarnya Thermal unit yang diperlukan oleh tanaman untuk melewati setiap
fase perkembangannya. Hubungan antara thermal unit dengan suhu
lingkungan adalah berbanding lurus sementara berbanding terbalik dengan
umur tanaman. Artinya semakin tinggi suhu, maka umur tanaman akan
semakin pendek yang akhirnya berdampak pada waktu penumpukan fotosintat
dan pembentukan biomassa yang lebih rendah (Syarifuddin, 2011).
Dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan menurut Las (2007)
adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas,
peningkatan konsumsi air, percepatan pematangan buah/biji yang
menurunkan mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme pengganggu
tanaman. Bahkan dirjen IRRI (International Rice Researh Institute)
menyatakan bahwa dengan peningkatan suhu udara rata-rata 1C dapat
menurunkan produktivitas beras dunia sekitar 5-10 %.
Peningkatan temperatur dapat menyebabkan penurunan produksi pada
berbagai jenis tanaman pangan, Menurut Tang et al., (2006) dan Weerakoon
et al., (2008), Pada tanaman padi, fase pembentukan malai sangat
sensitif terhadap temperatur tinggi. Selama tahap ini, stress akibat
panas sangat memungkinkan untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya
kesuburan dan kehilangan hasil. Hal ini terutama disebabkan oleh
menurunnya aktifitas serta perkecambahan polen, terbatasnya pertumbuhan
tabung polen, rendahnya daya dehiscence polen dan penyerbukan yang tidak
sempurna.
Di samping itu temperatur juga secara langsung berperan terhadap
perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering
pada biji (Kobata dan Uemuki, 2004) Temperatur tinggi dapat menghambat
perkembangan biji pada padi (Zakaria et al., 2002) gandum (Hawker dan
Jenner, 1993).
Peningkatan temperatur selama kemasakan juga dapat menyebabkan penurunan
kualitas biji terutama yang diakibatkan oleh terhambatnya akumulasi
cadangan makanan pada biji (Zakaria, 2005). Munculnya bagian putih buram
yang biasanya di dapatkan pada bagian gabah yang kurang sempurna pada
musim panas diperkirakan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem
transfer dan transportasi cadangan makanan selama pembentukan biji.
Bagian putih buram ini adalah bagian dari kerusakan yang disebabkan oleh
temperatur tinggi selama kemasakan.
3. Berubahnya Pola Curah Hujan.
Perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya perubahan jumlah hujan
dan pola hujan yang mengakibatkan pergeseran awal musim dan
periode masa tanam. Penurunan curah hujan telah menurunkan potensi
satu periode masa tanam padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007). Dampak
perubahan pola hujan diantaranya mempengaruhi waktu dan musim tanam,
pola tanam, degradasi lahan, kerusakan tanaman dan produktivitas, luas
areal tanam dan areal panen, serta perubahan dan kerusakan
keanekaragaman hayati.
4. Makin Meningkatnya Intensitas Kejadian Iklim Ekstrim (Anomali Iklim)
Seperti El-Nino dan La-Nina.
Perubahan siklus hidrologi terutama ditunjukkan oleh periode La-Nina
dan El-Nino yang semakin sering. La-Nina merupakan fenomena alam yang
ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik
ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu
muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai
normalnya (hangat). Kondisi suhu muka laut di samudra pasifik yang
dingin menimbulkan tekanan udara tinggi, sementara kondisi hangat
perairan Indonesia yang berada di sebelah barat pasifik menimbulkan
tekanan udara rendah. Kondisi ini menyebabkan mengalirnya massa udara
dari pasifik ke wilayah Indonesia. Aliran tersebut mendorong terjadinya
konvergensi massa udara yang kaya uap air. Akibatnya semakin banyak awan
yang terkonsentrasi dan menyebabkan turunnya hujan yang lebih banyak di
daerah tersebut (lebih dari 40 mm/bulan di atas rata-rata normalnya).
Kebalikan dari La-Nina adalah El-Nino ketika suhu permukaan laut di
Samudra Pasifik menghangat dan menyebabkan terjadinya musim kemarau yang
kering dan panjang di Indonesia. Penurunan curah hujan pada saat
El-Nino dapat mencapai 80 mm/bulan (Boer 2002).
Bencana kekeringan sering terjadi di Indonesia. Hasil pengamatan
jangka panjang menunjukkan bahwa terjadinya musim kemarau panjang akibat
adanya fenomena anomali iklim global El-Nino pada umumnya terjadi
secara periodik setiap 5 tahun sekali (Bey et al., 1992). Pada tahun
El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman tanaman padi telah
mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha, 544 ribu ha, 504
ribu ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing
seluas 192 ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha (18%) dan 117
ribu ha (21%). Penurunan luas panen karena kekeringan tersebut
mengakibatkan penurunan produksi atau kehilangan hasil pada tahun 1991
diperkirakan mencapai 1,455 juta ton GKG atau setara dengan 0,873 juta
ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan 1997 menyebabkan kehilangan
hasil 640 ton GKG (Jasis dan Karama, 1998).
Kekeringan merupakan faktor lingkungan utama yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya
tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika
mendapat cekaman kekeringan. Pada periode cekaman kekeringan yang
panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan
mengakibatkan penurunan produksi tanaman.
Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga
terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis.
Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman kekeringan juga
menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury and Ross, 1995).
Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan hasil
bahkan menjadi penyebab kematian tanaman.
Penurunan laju fotosintesis akibat cekaman kekeringan, merupakan
kombinasi dari beberapa proses, yaitu : (1) penutupan stomata secara
hidroaktif mengurangi suplai CO2 kedalam daun, (2) dehidrasi kutikula,
dinding epidermis, dan membran sel mengurangi permeabilitas terhadap
CO2, (3) bertambahnya tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas, dan
(4) menurunnya efisiensi sistem fotosintesis berkaitan dengan proses
biokimia dan aktifitas enzim dalam sitoplasma. Dimana dalam proses
fotosintesis terdapat proses hidrolisis yang memerlukan air.
Sedangkan La-Nina menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan
meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit. La-Nina menyebabkan
kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir, kehadiran La-Nina menyebabkan
gagal panen akibat terendamnya tanaman. Pengaruh kelebihan air terhadap
tanaman akan lebih sensitif pada tanaman muda dibandingkan tanaman
dewasa (Syarifuddin, 2011). Jasis dan Karama (1998) menyatakan, banjir
menyebabkan kehilangan hasil tanaman padi sebesar 214 ton GKG per tahun.
5. Naiknya Permukaan Air Laut.
Dampak naiknya muka air laut di sektor pertanian terutama adalah
penciutan lahan pertanian di pesisir pantai, kerusakan
infrastruktur pertanian, dan peningkatan salinitas yang merusak
tanaman (Las, 2007).
Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akibat terendam air laut,
peningkatan permukaan air laut juga akan meningkatkan salinitas
(kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas pada tanah bersifat racun
bagi tanaman sehingga mengganggu fisiologis dan fisik pada tanaman,
kecuali tumbuhan laut dan pantai atau varietas adaptif. Salinitas pada
padi sangat erat kaitannya dengan keracunan logam berat, terutama Fe dan
Al. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai garis dan hamparan
pantai yang sangat panjang, sehingga penciutan lahan pertanian akibat
peningkatan permukaan air laut menjadi sangat luas (Direktorat
Pengelolaan Air, 2009).
Pengaruh garam terlarut terhadap tanaman adalah melalui osmotik karena
konsentrasi garam yang tinggi menyulitkan tanaman menyerab air. Akar
tanaman memiliki membran semi permeabel yang melalukan air tapi tidak
dapat melewatkan hampir semua garam terlarut. Jadi air secara osmotik
semakin sulit diperoleh tanaman dengan semakin meningkatnya kadar garam
larutan tanah. Tanaman yang tumbuh pada media salin pada tingkat
tertentu dapat meningkatkan kosentrasi osmotik internalnya melalui
produksi asam-asam organik atau peningkatan serapan garam. Proses ini
disebut sebagai penyesuaian osmotik (osmotic adjusment). Pengaruh
salinitas terhadap tanaman nampaknya berupa perubahan energi dari proses
pertumbuhan menjadi untuk mempertahankan perbedaan osmotik. Salah satu
proses pertama adalah deversi energi pertumbuhan untuk perpanjangan sel.
Jadi, untuk dapat mempertahankan perbedaan osmotik, sel jaringan daun
membelah tetapi tidak menyebabkan pemanjangan. Gejala terjadinya
pertambahan jumlah sel tapi tidak diikuti dengan perpanjangan sel
dikarenakan adanya stres osmotik ini adalah terjadinya warna daun yang
menjadi hijau gelap
Home »
» DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN
terimakasih ARTIKELnya sangat membantu
BalasHapus